Jumat, 03 Juli 2015

Untukmu yang selalu kusebut Ayah~



Sosok yang terkadang kita abaikan, tetapi penuh kasih sayang dan pengorbanan untuk kita. Dia memiliki hati yang lembut tapi (harus) selalu terlihat sangat kuat didepan kita. Dia adalah “AYAH”.

Pernahkah terlintas dalam pikiran kalian, seperti apa yang sering terlintas di benakku? Kadang kala aku ingin melakukan sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang hebat, juara kelas misalnya, atau menang lomba nasional atau apalah namanya hanya untuk membuat seseorang yang biasa aku panggil dengan sebutan  “Ayah”  bangga.

Tapi tahukah? Apapun yang kita lakukan, bagaimanapun keadaan kita, meski kita tidak pernah juara kelas sekalipun, atau tidak memiliki prestasi yang sama sekali bisa dibanggakan, atau bahkan seluruh dunia mencemooh keadaan kita. Ayah akan tetap bangga dengan kita. Ayah sejatinya sangat membanggakan kita.  Jauh di dalam lubuk hati kecilnya beliau selalu bahagia dengan anaknya, senang menceritakan keadaan kita pada kawan-kawannya dan menyimpan sejuta harapannya pada diri kita.

Pernahkah kita berpikir betapa besar pengorbanan beliau, bayangkan berapa banyak waktu istirahatnya berkurang karena cemas memikirkan kita. Kadang kala kecemasannya membuatnya tidak bisa memejamkan mata memikirkan putra-putrinya yang menuntut ilmu nun jauh di perantauan sana, atau ketika harus rela menguras tabungannya hanya untuk memasukkan kita di universitas-universitas bergengsi atau bahkan hanya sekedar membelikan apa yang kita minta.

Aku tidak akan pernah lupa saat kelas 3 SMA ayahlah yang selalu mengantar jemput les walau jaraknya sangat jauh dan beliau sudah lelah dengan kerjanya. Ayah juga yang mengantarkan aku untuk dapat Universitas Impian Nyata, sampai rela Bekasi, Jakarta dan ke Jogja. Dan ayahlah yang mengurus semua administrasi kuliah, bukan Cuma itu setiap aku lomba dan ada kegiatan ayahlah orang dibelakangku yang turut andil dalam kesuksesanku. Inilah sepenggal kesejatian ayah dibalik sikap tegasya. Saat kita keluar rumah hingga larut, ayahlah yang menyuruh ibu menelpon kita. Ia sesungguhnya resah walau tersamarkan. Saat kita belum pulang, beliaulah yang mencari kita dalam keremangan.

Pernahkah kita berpikir, ketika kita gagal siapa yang paling merasa sangat bersedih. Bukan kita tapi ayah. Ayahlah yang paling bersedih, ayahlah yang paling merasa gagal, karena ayah merasa gagal dalam mewujudkan keberhasilan kita. Aku sedih ketika ayah berkata tidak untuk beberapa hal yang kuinginkan, tapi ayah jauh lebih sedih ketika tak mampu memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya. Aku takut ketika ayah marah karena kenakalanku di sekolah, tapi ayah jauh lebih takut bila kelak sang buah hati tak memiliki masa depan yang jelas. Kadang kita menghargai ayah hanya karna rasa takut, sesungguhnya dibalik kerasnya ayah, tersimpan hati yang sangat lembut.

Ketahuilah, disaat putrinya menikah, ayahlah orang yang paling tak rela kehilangan kita, beliau akan menghapus air mata di belakang ruangan diam-diam dan akan mendoakan dalam sujudnya. Karena ayah akan merenung apakah laki-laki itu pantas untuk putrinya, menjaganya tak kenal lelah ataupun waktu dan dapat membahagiakan sepenuhnya seperti ayah membahagiakan putrinya.

Ayah yang sukses bukanlah pria paling kaya atau paling tinggi jabatannya di perusahaan atau lembaga pemerintahan, dan dari sekian ratus juta ayah hebat, Ayahku adalah salah satu di antaranya.




"Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”
Semoga Allah membalasnya degan surga...













Dari Putrimu yang beranjak dewasa