Sosok
yang terkadang kita abaikan, tetapi penuh kasih sayang dan pengorbanan untuk
kita. Dia memiliki hati yang lembut tapi (harus) selalu terlihat sangat kuat
didepan kita. Dia adalah “AYAH”.
Pernahkah
terlintas dalam pikiran kalian, seperti apa yang sering terlintas di benakku? Kadang
kala aku ingin melakukan sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang hebat, juara
kelas misalnya, atau menang lomba nasional atau apalah namanya hanya untuk
membuat seseorang yang biasa aku panggil dengan sebutan “Ayah”
bangga.
Tapi
tahukah? Apapun yang kita lakukan, bagaimanapun keadaan kita, meski kita tidak
pernah juara kelas sekalipun, atau tidak memiliki prestasi yang sama
sekali bisa dibanggakan, atau bahkan seluruh dunia mencemooh keadaan kita. Ayah
akan tetap bangga dengan kita. Ayah sejatinya sangat membanggakan kita.
Jauh di dalam lubuk hati kecilnya beliau selalu bahagia dengan anaknya,
senang menceritakan keadaan kita pada kawan-kawannya dan menyimpan sejuta
harapannya pada diri kita.
Pernahkah
kita berpikir betapa besar pengorbanan beliau, bayangkan berapa banyak waktu
istirahatnya berkurang karena cemas memikirkan kita. Kadang kala kecemasannya
membuatnya tidak bisa memejamkan mata memikirkan putra-putrinya yang menuntut
ilmu nun jauh di perantauan sana, atau ketika harus rela menguras tabungannya
hanya untuk memasukkan kita di universitas-universitas bergengsi atau bahkan hanya
sekedar membelikan apa yang kita minta.
Aku
tidak akan pernah lupa saat kelas 3 SMA ayahlah yang selalu mengantar jemput
les walau jaraknya sangat jauh dan beliau sudah lelah dengan kerjanya. Ayah juga
yang mengantarkan aku untuk dapat Universitas Impian Nyata, sampai rela Bekasi,
Jakarta dan ke Jogja. Dan ayahlah yang mengurus semua administrasi kuliah,
bukan Cuma itu setiap aku lomba dan ada kegiatan ayahlah orang dibelakangku
yang turut andil dalam kesuksesanku. Inilah sepenggal kesejatian ayah dibalik
sikap tegasya. Saat kita keluar rumah hingga larut, ayahlah yang menyuruh ibu
menelpon kita. Ia sesungguhnya resah walau tersamarkan. Saat kita belum pulang,
beliaulah yang mencari kita dalam keremangan.
Pernahkah
kita berpikir, ketika kita gagal siapa yang paling merasa sangat bersedih.
Bukan kita tapi ayah. Ayahlah yang paling bersedih, ayahlah yang paling merasa gagal,
karena ayah merasa gagal dalam mewujudkan keberhasilan kita. Aku sedih ketika
ayah berkata tidak untuk beberapa hal yang kuinginkan, tapi ayah jauh lebih
sedih ketika tak mampu memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya. Aku takut
ketika ayah marah karena kenakalanku di sekolah, tapi ayah jauh lebih takut
bila kelak sang buah hati tak memiliki masa depan yang jelas. Kadang kita
menghargai ayah hanya karna rasa takut, sesungguhnya dibalik kerasnya ayah,
tersimpan hati yang sangat lembut.
Ketahuilah,
disaat putrinya menikah, ayahlah orang yang paling tak rela kehilangan kita,
beliau akan menghapus air mata di belakang ruangan diam-diam dan akan mendoakan
dalam sujudnya. Karena ayah akan merenung apakah laki-laki itu pantas untuk
putrinya, menjaganya tak kenal lelah ataupun waktu dan dapat membahagiakan sepenuhnya
seperti ayah membahagiakan putrinya.
Ayah yang sukses bukanlah pria paling kaya atau paling tinggi jabatannya di perusahaan atau lembaga pemerintahan, dan dari sekian ratus juta ayah hebat, Ayahku adalah salah satu di antaranya.
"Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”
Semoga Allah membalasnya degan surga...
Dari Putrimu yang beranjak dewasa