Rabu, 04 Desember 2013

Satu Shaf Dibelakangmu

Akan ada saat di mana nanti aku tak lagi sendiri berdiri di dalam senyap waktuNya. 
Akan ada saat di mana nanti kugelar sajadahku dan engkau gelar sajadahmu.
Akan ada saat di mana nanti kita berdiri bersama, dan aku satu shaf di belakangmu,
di sepenggal waktuNya yang mulia.

Aku ingin menghabiskan waktu tuaku bersamamu.
Menggelar sajadah dan kamu menjadi imamku. 
Yang mengajarkan aku menjadi perempuan yang perempuan. 
Menjadi satu-satunya lelaki yang aku cium tangannya setelah kita sholat bersama. 
Meng-amini doa yang kamu panjatkan
dan masih tetap berada satu shaf dibelakangmu.

karena ketika kamu merasa sedang jatuh dan dunia memusuhimu, 
aku di sini, satu shaf di belakangmu.

karena ketika kamu lelah, aku juga selalu di sini. 
Menyediakan bahuku. 
Menemanimu bercerita untuk mengurai semua kisah satu demi satu, 
lalu mencari jalan untuk mengatasinya berdua. 
karena untuk melihat senyummu, 
aku masih dengan senang hati berada satu shaf di belakangmu. 

aku ingin kamu menganggapku 'rumah'mu. 
Sejauh apapun kamu pergi, kepadakulah kamu akan selalu kembali.
Karena itulah aku selalu disini tidak pernah pergi apapun yang menimpamu, dulu, sekarang, ataupun nanti. 
Karena akulah tempat kamu bisa selalu pulang. 
Jadi, setiap hari, aku bersedia menunggu, menyiapkan teh panas sementara kamu mengambil air wudlu.
Lalu aku akan bersiap untuk berdiri satu shaf di belakangmu.

Aku akan selalu satu shaf di belakangmu, 
dalam sholat berdua, 
atau dalam menjalani hidup berdua. 
Tidak hanya ketika berbahagia,
tetapi juga ketika kamu sedang pada taraf jatuh sehingga tidak punya siapa-siapa.
Karena aku tahu, kamu selalu melakukan hal terbaik yang kamu bisa untuk menjaga bahagiaku. 
Yang kamu minta hanyalah, aku tetap selalu berada satu shaf di belakangmu. 
Bukan untuk selalu menjadi buntutmu, tapi untuk berdoa bersama dan berterima kasih bersama atas semua bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar