Minggu, 29 Oktober 2017

Sepotong kisah Oktober


“Seorang lelaki sederhana  yang senyumnya menyimpan banyak tanya, yang tawanya menghadirkan cerita, yang tatapannya mengganggu laju kerja otak, dan gerak geriknya agar tidak melewati setiap inci perpindahanya”


Lalu semua terjadi begitu saja. Saat sapa lembutnya menjaring nyata menyentuh gendang telinga, saat percakapan kecil yang hanya sebuah kata berubah menjadi deretan narasi nyata, aku dan dia, mengalir begitu saja, seperti curah lembut hujan yang jatuh ke permukaan. Kita tertawa bersama, kita menghabiskan waktu bersama, tanpa tahu ada perasaan yang diam-diam menjelma menjadi sebuah rasa yang berbeda dan mulai mengisi labirin-labirin ruang kosong yang telah lama tak diisi.


Dia mengajariku banyak hal. Cara tersenyum dalam kesulitan, cara tertawa dalam kesedihan, cara mengehargai perbedaan, cara melakukan kebaikan, cara untuk selalu bersyukur, dan cara bersabar dalam menghadapi segala hal. Aku tahu semua begitu indah.


Tahu-tahu sosokmu menjadi sangat penting dalam setiap bangun pagi hingga tidur malamku. Sedetik, semenit, sejam, seharian, hanya dia saja yang begitu rajin menghampiri otakku. Bahkan, aku pikir entah sejak kapan laju kerja fungsi otakku bekerja lebih cepat jika tentangnya.


Perkenalan kita sangat instan. Satu bulan ditambah beberapa hari. Begitu singkat perkenalan kita, tapi ternyata semuanya melekat di dalam rongga pikiran. Empat Agustus 2017, aku masih mengingatnya saat kita pertama kali bertemu di bus. Kau berdiri di depanku dengan senyuman dan rentetan cerita panjang yang membuatku terdiam menjadi pendengar yang baik untukmu. Aku selalu belajar menjadi pendengar yang bain untukmu dan diam diam aku senang mendengar setiap cerita yang keluar darimu. Terkadang, aku menunggu cerita darimu tentang apa yang kau lakukan dan bagaimana harimu setiap menitnya. Aku mengagumimu sejak pertemuan sederhana itu, sejak takdir mempertmukan kita. Aku percaya, kita dipertemukan pastilah karena sebuah alasan entah itu sebuah anugerah atau justru sebuah pelajaran.


Sepertinya aku mencintaimu, pada setiap percakapan kecil yang berubah menjadi perhatian sederhana yang kau perlihatkan.

Sepertinya aku mencintaimu, dengan kebisuan yang kau sampaikan padaku lewat setiap kalimat dalam teks singkat setiap harinya.

Sepertinya aku mencintaimu, karena aku sering merindukanmu bahkan aku tak tahu entah sejak kapan aku memulainya.

Sepertinya aku mencintaimu, kepadamu yang hadir menyelinap ke dalam dimensi ruang dan waktuku dengan kesederhanaanmu.







Ciputat, 29 Oktober 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar