Rabu, 05 September 2012

Sudahkah kita menghargai beliau?

  “Makan keluar yuk? Di resto mana gitu... pusing habis hujan!” ucap Anya kepada kami berdua. Aku pun mengiyakan. Kami butuh refreshing setelah berjam-jam tadi berkutat dengan soal-soal ujian yang membuat kepala ini terasa berat. Seperti biasa, Iffah menggeleng. “Ibumu sudah masak lagi?” tanya Anya.
Iffah mengannguk.
“Emang kamu gak bosan, makan masakan Ibu terus?” tanya Anya lagi.
 Iffah diam tak menjawab.
“Masakan Ibumu enak banget ya? Enakan mana sama masakan restoran?” Anya mencecar. Temanku hanya tertawa kecil.
“Aku traktir deh!” ujar Anya tak sabar. Iffah tetap menggeleng. Aku sudah bisa menduga jawabannya. “Aku nggak tega... ibuku sudah masak,” ucap Iffah singkat.

   Anya menghela napasnya tanda pasrah karena tak juga berhasil membujuk Iffah. Iffah memang paling enggan kalau diajak makan diluar. Iffah hanya mau makan di luar kalau ibunya memberi tahu bahwa ibunya tidak memasak hari itu.

   Kalaupun pada akhirnya Iffah harus “mengalah” dan mengikuti teman-temannya untuk makan bersama di luar, Iffah akan mencicipi makanan sedikit saja. Dia sengaja tidak membiarkan perutnya kenyang, karena ia akan menikmati masakan ibunya di rumah.

   Pernah juga dalam suatu kesempetan ia bercerita, “Suatu hari aku pernah memesan ikan di di sebuah restoran karena aku sedang ingin makan di luar. Tapi nyatanya, restoran yang enak itu jadi tidak berasa di lidahku. Bukan karena salah resep tapi karena aku tidak tega pada Ibu yang sudah masak untuk anak-anaknya dan akhirnya aku makan masakan ibu lagi deh dengan tertawa riang Iffah menceritakannya.”

   Banyak cara untuk menghormati orang tua meski kadang kesannya lewat hal sepele. Selain Iffah ada cerita lain lagi seperti, dia selalu membalas sms ibunya atau bahkan dia selalu sms ibunya sekalipun dalam keadaan sangat sibuk. Walaupun ada yang bilang “Sms-an sama Ibu?” sama pacar dong. Menurutku itu salah kasih ibu sepanjang masa memang benar adanya sedangkan pacar belum tentu menjadi pangeran dunia akhirat kita nantinya.

   Aku jadi teringat dengan sahabatku Nova dia orangnya baik walaupun kadang terkesan cuek dan lebih memilih mengatakan apa yang sesungguhnya tanpa peka dengan perasaan orang lain. Tapi Nova itu sangat menghargai mamanya dia selalu membawa makanan untuk mamanya kalau dia pulang dari suatu tempat seperti jalan-jalan, kemanapun dia pergi pasti pulangnya membawa makanan untuk mamanya . Nova selalu membawa oleh-oleh untuk mamanya dan Mamanya Nova ini baik hehe :D

   Cerita Nova dan Iffah mengingatkanku kejadian makan-makan di kelas kemarin. Ada teman sekelasku yang ulang tahun dan dia mentraktir anak-anak di kelas, tapi aku memilih tidak ikut makan di kantin karena aku sudah di beri bekal oleh Bunda. Walaupun mereka bilang nasi yang aku bawa dimakan siang aja tapi aku gak bisa sekalipun makanan di kantin itu sangat sangat enak aku tidak bisa ikut makan, maaf bukan maksudku menolak teman.

   Kasih ibu memang luar biasa cinta ibu sehangat mentari yang selalu menyapa pagi. Kadang aku suka bertanya pada diri ini mungkinkah aku bisa seperti mereka? Yang rela bangun paling pagi sebelum yang lain terbangun kemudian disibukkan dengan rutinitas memasak memotong serta mendidik anak-anaknya seharian? Ditambah pekerjaan rumah tangga yang rasanya tak kunjung usai? Kemudian tidur paling larut setelah yang lain tidur. Duh... sungguh besar tugas seorang ibu. Siapa yang meremehkan seorang ibu sungguh ia akan menyesal dikemudian harinya. Jika Iffah punya hobi makan di rumah dan sahabatku Nova yang selalu memberikan sesuatu untuk ibunya bagaimana dengan kita?
Apa saja yang sudah kita lakukan untuk menyenangkan hati ibu kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar