Hi,
untukmu, satu.
Tak habis kata, dengan perasaan yang ter-amat, untuk menoreh setiap butiran rindu bertahan disini.
Memaksa terlahir, hanya untuk diakui keberadaannya, diserta ditwitter, membuat semuanya menjadi setuju.
Melengkapi setiap detiknya waktu berjalan, menahan senyum dikulum rapat,
meretak kata menjadi terbata-bata, memompa jantung mendegup organnya,
memaksa diam dengan kamu dihadapan.
Rindu itu sederhana...
Hanya butuh malam untuk menguak keberadaannya. Dengan pinsil dan secarik
kertas dihadapan, rindu itu buyar tak lagi tertalar. Menghantar
partikel perasaan yang tak lagi bisa ditepis. Membayangkan senyumnya
saja, dunia serasa direngkuh. Rindu itu mengalir begitu saja, ketika dia
berada jauh dariku, ketika wujudnya tak lagi bisa kutangkap mata,
ketika suaranya tak lagi bisa didengar telinga, ketika degup jantungnya
tak lagi bisa kurasa. Tak dekat, maka muncullah satu rindu lagi.
Rindu itu sederhana...
Hanya butuh waktu sepersekian detik untuk mengimpulsnya ke otak melalui
sumsum tulang belakang, menyebar rangsangnya keseluruh tubuh, hingga
gerak refleksnya tertangkap panca indera. Berkaca-kaca melihat senyummu
terpampang diatas sehelai foto, menghirup aroma bau tubuhmu yang
disemprot parfume, mendengar apa yang selalu kamu ucap, mengecap rasamu, menghayat rangkulanmu ketika dingin itu kurasakan.
Rindu itu sederhana...
Hanya lewat lamunan, tak perlu banyak basa-basi. Tak perlu menghitung
kecepatan rambat gelombang bunyi, tak perlu mencampur larutan O2 dengan CH3COOH, tak perlu menurunkan bilangan bervariable dengan integralnya, tak perlu menyerat 5W+1H, tak perlu mendownload software pengolah grafik, tak perlu mengubah versinya menjadi me, watashi, 'ana. Sesederhana itu, dengan mengabaikan separuh hidupmu di kampus.
Rindu itu sederhana...
Tentang aku yang terlalu banyak berpura-pura karena tak dapat dengan mudah mengumbarnya, menjadikannya sebuah tranding topic dijejaring sosial.
Tentang aku yang tak dapat mengakuinya kepada siapapun, membiarkannya lapur hanya dalam hati. Biarkan.
Dan masih tentang aku yang sudah terlanjur mengatas namakan namamu
sebagai alasan aku terbangun disetiap malam. Aku menyebut namamu
diseparuh malam, dalam gelap, sambil berbisik. Biarkan malaikat mencatat satu rinduku lagi, padamu.
Rindu itu sederhana...
Namun tak mudah, ketika rindu ini sudah dikodratkan hadir hanya padamu.
Kalau gula itu manis,
sudah pastikah segala yang asin itu garam?
Lalu, apakah cinta itu kamu?
Ya.
Aku selalu kehabisan alasan untuk sekedar menyangkalnya lagi dan lagi.
Aku merindukanmu, hanya kamu, dan selalu kamu.
Rindu itu sederhana...
Kali ini bukan untuk dia yang selalu kusebut the first one. Bukan
untuk dia yang mengawali namanya dengan huruf A. Tapi untukmu. Untuk
kamu yang menjadi satu-satunya alasan rindu ini terkuak sekarang.
Untukmu yang tak pernah kalian tahu, dengan huruf apa kamu mengawali
namamu.
Rindu itu sederhana...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar