Minggu, 06 November 2011

Pengagum Rahasia

Gadis itu berjilbab putih, sungguh manis dan serasi dengan paduan bros bunga warna-warni dan gamis yang sering dikenakannya. Kami bertemu sudah sejak empat tahun yang lalu. Banyak cerita dan curhatan yang dia ceritakan padaku, membuatku menyukainya. Sungguh aku menyukainya, dia ramah, selalu tersenyum, dan baik hati. Terkadang dia membawa sekotak penuh roti tawar isi, lalu dia membagikan pada teman-temannya yang menyapanya saat melintas melewati kami.

Gadis itu sekitar jam 10 pagi ia akan menemuiku dengan terlebih dahulu shalat dhuha dan berdoa kepada Tuhan. Terkadang aku sangat iri pada Tuhan yang selalu ia temui terlebih dahulu dari pada aku. Namun rasa iri itu berubah menjadi syukur ketika ia sudah menemuiku, bercerita padaku. Kadang ia tertawa, kadang menetes air matanya. Saat itu aku ingin sekali memeluknya, tetapi aku hanya bisa memintanya untuk bercerita lebih banyak padaku, menumpahkan kekesalan hatinya padaku.

Sebenarnya tidak setiap hari kami bertemu. Karena kesibukannya dan pada kondisi tertentu ia tidak dapat bertemu denganku. Aku hanya bisa menunggu pada jam – jam 10 pagi itu. Jika sudah jam 11 dan gadis itu tidak muncul, maka aku akan menunggu lagi keesokan harinya ditempat dan jam yang sama. Kami tidak pernah membuat jadwal bertemu atau mengubah jadwal pertemuan. Hanya perasaan saja, sepertinya kami sudah saling memahami. Aku menunggunya, dan ia akan menemuiku setelah selesai shalat dhuhanya.

Pernah gadis itu mengajak temannya ketempat pertemuan kami. Saat itu sungguh aku cemburu jika dia akan mengabaikanku dan lebih memerhatikan temannya. Tetapi ternyata gadis itu tetap meluangkan waktu menyapaku, menceritakan apa-apa yang telah dialaminya padaku. Saat ku lirik temannya, sepertinya temannya itu sudah mengetahui kedekatan kami. Teman gadis itu hanya tersenyum dan menunggui pertemuan ku dengan gadis itu.

Pernah gadis itu datang dengan memberiku sebuah jaket rajutan. Ia mengatakan bahwa jaket itu rajutannya sendiri. Sungguh indah bentuknya dan warnanya hijau lembut, ku rasa ia juga menyukaiku. Bahkan ia yang memasangkan jaket rajutan itu pada diriku dengan penuh semangat. Setelah itu ia mengangguk-angguk dan tersenyum manis. Jaket rajutannya sungguh sangat hangat dan aku selalu memakainya disetiap perjumpaan kami selanjutnya.

Gadis itu pernah menemuiku dengan menaiki sepeda. Sungguh anggun dirinya dari kejauhan. Seperti biasa, segera ia melaksanakan shalat dhuha dulu sebelum menemuiku. Saat itu wajahnya tampak memerah karena panas matahari saat bersepeda. Tetapi hal itu tidak mengurangi kecantikannya dan semangatnya  bertemu denganku. Kali ini ia becerita tentang hobi barunya, yaitu bersepeda. Dia mengatakan jarang olahraga sehingga memilih naik sepeda agar bisa sekalian berolahraga. Hmm… lain kali aku akan menemuinya dengan bersepeda pula.

Di lain waktu, pernah aku mendengar orang-orang menceritakan dirinya. Ternyata gadis itu juga idola bagi orang lain. ia pintar dan jarang marah, ia santun dan tidak pernah tampak bersedih. Aku tersenyum senang mendengarnya. Tetapi aku lebih bangga lagi, karena berarti hanya padaku saja gadis itu mau bercerita tentang kemarahannya, hanya padaku saja ia akan bercerita sambil menangis lama. Aku bangga, karena hanya aku yang dapat menyaksikan keseluruhan dirinya sebagai manusia dan aku yakin akulah yang dipercayainya.

Pernah ia menemuiku dan menceritakan tentang kesusahannya dalam mengurus organisasi kampus. Dari sana aku tahu bahwa dia aktivis dakwah, sibuk, dan memiliki banyak tanggung jawab. Sungguh semakin kagum aku padanya. Ternyata dia aktif dalam kegiatan bermanfaat. Hal itu menjawab pertanyaanku belakangan ini, tampak matanya menandakan kecapekan walau ia tutupu dengan senyum dan keceriannya. Aku tahu ia lelah, tapi aku melihat ia menikmati kelelahan itu karena aktivitas mulianya. Aku merasa gadis itu telah jauh dewasa daripada diriku saat ini.

Pernah juga ia menemuiku dengan membawa beberapa teman-temannya yang disebut dengan adik binaan. Ia mengajakku menemani diskusi mereka. diskusi yang tidak membosankan dan penuh gairah. Ternyata gadis itu memiliki wawasan yang luas dan ia membagikan wawasan itu kepada orang lain, kepada teman-teman yang ia sebut sebagai adik-adik binaan. Di lain waktu ia pernah bercerita padaku tentang adik-adik binaan itu. Ia bercerita seakan adik-adik binaannya itu memiliki hal yang lebih daripada dirinya. Ingin sekali aku pastikan bahwa dirinyalah yang lebih daripada adik-adik binaan itu, tetapi ucapan-ucapannya yang tulus membuatku berpikir kembali tentang kenyataan ini.

Pernah setelah sekian lama tidak bertemu denganku, ia menemuiku dan itu menjadi pertemuan terakhirku. Ia menceritakan kesibukan penelitiannya sehingga ia tidak bisa menemuiku. Ia juga mengatakan akan jarang bertemu denganku lagi karena ia akan segera mengikuti ujian sidang. Ujian sidang? Aku tidak mengerti itu. aku hanya bisa memberinya semangat dalam aktivitasnya kali ini yang tidak begitu kumengerti. Aku cukup senang ia masih menyempatkan menemuiku, dengan terlebih dulu shalat dhuha tentunya.

Namun  saat ini gadis itu mungkin tidak akan pernah menemuiku lagi, ditempat ini, dan pada jam 10 pagi. Sempat kucari-cari informasi setelah sekian lama ia tidak menemuiku sejak pertemuan terakhir kami. Akhirnya ada yang mengatakan bahwa gadis itu sudah pergi, ia sudah lulus kuliah dan kembali ke tempat asalnya untuk merangkai cita-citanya. Ada juga yang mengatakan ia sudah lulus dan mendapat beasiswa ke luar negeri.

Aku tidak tahu pasti mengapa gadis itu tidak menceritakan padaku tentang kepergiannya, ini membuatku sedih. Aku tahu cita-citanya, aku ingin sekali membersamainya meraih cita-cita itu. Namun aku menyadari aku tidak bisa menemaninya, karena tempat ku disini. Aku hanyalah lembaran kertas kecil dengan tulisan Al-qur'an yang menjadi inventaris mushala fakultas. Bahkan ternyata cerita-ceritanya, curhatan, luapan emosinya itu sebenarnya tidak ditujukan kepadaku…. Tetapi kepada Sang Penciptaku yang juga Penciptanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar