Jumat, 24 Januari 2014

Aku, Kamu, dan Hujan



Hari ini tetesan hujan kembali menghampiriku
Desiran angin yang begitu lembut membuat segalanya menjadi lebih sempurna
Ada rasa rindu yang kembali menghujam jantungku
Dia kembali hadir dengan tampa sengaja

Ada jarak yang memisahkan, ada kata yang tak pernah terucap, ada waktu yang berlalu, yang mungkin kamu pikir, itu adalah waktu yang berlalu tanpa makna cinta antara kita. Sudah lebih dari masa yang cukup, aku menunggumu disini. Dengan keadaan apapun, dalam waktu apapun.

Hujan adalah salah satunya. Yang membuatku merindumu sampai menggebu-gebu. Yang membuat rindu terasa semakin dingin dengan suara rintik-rintiknya. Aku menunggumu. Lewat tetes-tetesnya di daun jendelaku. Atau lewat suara gemericiknya di depan halaman rumahku. Ataupun, melalui setiap rintik kecil yang jatuh saat aku membuka payungku.

Aku mengingatmu, merindumu, tanpa henti. Karena aku juga mengingat saat itu. Saat hujan, ketika kamu sibuk memikirkan bagaimana tentang aku, agar tak ada hal buruk sampai padaku. Hujan adalah kenangan tentang bagaimana kita bertemu.
Aku mencintamu utuh. Dengan waktu saat kita bersama, ataupun terpisah jarak dan waktu. Dialah yang membuat ku kuat untuk terus menunggumu di depan pintu rumahku, dalam waktu yang aku sendiripun tak tahu sampai kapan. Dia pulalah, yang selalu setia membuatku selalu merindumu, yang membuat untaian kata menjadi lebih bermakna.

Aku selalu menunggumu, sama seperti waktu-waktu kemarin. Saat kita sama-sama berjanji untuk bertemu dalam tenggang waktu yang kita janjikan.
Aku selalu menunggumu, sama seperti waktu-waktu dulu. Saat aku dan kamu terpisah oleh jarak. Dan mendengar suaramu adalah serupa oase di padang pasir.
Aku selalu menunggumu, sama seperti aku menunggu waktu dimana ‘selamat tinggal’ adalah kata yang tak perlu kita ucapkan.
 





Aku dan kamu seperti Hujan dan teduh.
Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tapi tidak bersama dalam perjalanan. Seperti itulah kita, seperti menebak langit abu-abu.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar